Tuesday, September 28, 2010

Bingung Tentang Kerakyatan


Isnin, 27 September 2010, bersama ibu aku ke kedutaan untuk menyambung semula tarikh luput pasportku. Agak kekok rasanya. Kerana di sana dipenuhi dengan kaum Jawa, Madura juga barangkali ada Boyan. Satu-satu terselitnya kaum dari Ranah Minang. Sebelum ini aku sangat bangga dengan negara itu. Dan hari ini aku sedar apa yang aku bangga dan sayangi itu bukan negara yang kaya dengan pulau-pulau kecilnya. Aku cuma berbangga dengan adat-istiadat dalam masyarakat Minang Kabau.


Seperti orang-orang lain yang punya tujuan yang sama denganku ketika berada di gedung yang diberi nama Kedutaan Besar Indonesia ini, aku bersedia untuk menunggu giliran aku untuk ke depan berurusan dengan para pegawai. Hampir tiga jam aku dan ibu menunggu, baru tiba giliran kami. Sewaktu menunggu kadang-kadang aku disinggahi dengan denyutan nadi yang sangat kencang dan badanku mulai terasa dingin. Namun kucuekin sahaja. Barangkali sesuatu yang menarik dan menyeronokkan bakal terjadi hari ini, fikirku positif.


Sayang sekali, apabila berhadapan dengan pegawai yang diberi nama Sekar Ajeng Andini itu aku terus gugup apabila beliau bertanyakan tempat tinggalku di Indonesia. Aku diam sejenak. Berfikir, di mana alamatku di sana? Beliau menghulurkan sekeping kertas dan pena. Aku terus menoleh ke arah ibu yang berada di belakang meminta bantuan.


‘Tulis saja Padang, Indonesia,’ kata ibu.


Aku pun menulis. Dan memulangkan kembali kertas juga pena kepada pegawai yang bertugas. Lalu bertanya, ‘nama desanya apa?’


Aku jadi bingung.


Dia menambah, ‘kecamatannya, kabupatennya apa?’


‘Ha… sudah, apa punya soalan yang dia tanya ni…?’ Ngomel aku sendiri dalam hati. Sekali lagi aku meminta bantuan ibu.


Tiba-tiba pegawai wanita yang dari tadinya kusangkakan lemah-lembut itu menembak aku dengan kata-kata. ‘Masak nggak tau nama desa, kecamatan dan kebupatennya sendiri? Apa nggak pernah pulang?’


‘Saya dah lama di sini, jadi tak tahu apa-apa,’ jawabku.


‘Sejak kapan ke mari?’


‘Dari umur setahun.’ Dia meneruskan kerjanya dengan jelingan yang sinis memandangku. Aku terpana seketika. Kotak fikirku mulai ligat berfikir. Mungkin dia marah sebab aku tak tahu apa-apa tentang negaraku sendiri.


Dan aku mula terfikir, aku mengaku aku rakyat Indonesia. Tapi aku tidak tahu apa-apa tentangnya. Ingin mengaku rakyat Malaysia, aku tidak layak. Dan jika Indonesia mengistiharkan bahawa aku bukan rakyatnya, jadi aku rakyat negara apa? Sedangkan Malaysia juga hanya bisa memberiku status pemastautin tetap sahaja. Di mana bisaku dianggap rakyat tempatan?


Beruntungkah atau malangkah diriku yang punya dua negara. Satu negara yang menyambut kelahiranku dan satu lagi negara yang mendewasakanku?


4 comments:

Sari Dahlia said...

pilih yg mendewasakan kita...tpi jgn lupa yg mlahirkan kita :)

Dari Gombak Ke Padang Merbok said...

Negara tempah tumpah darah jgn pernah dilupakan, negara tempat dibesarkan mendewasakan dan mengajar erti hidup :)

Anonymous said...

Coba posisikan menjadi pegawai itu, harus mengeluarkan identitas resmi negara tapi yg diberikan tidak tau apa2.. Kalau memang anda masih merasa punya darah minang, paling tidak di indonesia masih ada sanak saudara kan? Bisa ditanya alamat saudara anda yang lengkap.. Cintailah negara mu...

Anonymous said...

Kebetulan saya juga pegawai di KBRI, bukan maksud membela Sekar Andini, tapi di form komputer kami memang ada nama Propinsi dan Kabupaten, kalau tidak diisi, tidak bisa diteruskan. Kemudian ada form lagi kosong untuk desa dan kecamatan, itupun harus diisi walau satu huruf, apakah mau punya Uni ditulis Desa XXX, Kecamatan XXX? (sebenarnya saya tidak setuju membaca tulisan yang mengatakan banyak orang Jawa, Bunyan dll, tapi itu kenyataan, saya lebih suka mengatakan banyak orang Indonesia, jangan berkecil hati jadi orang Minang. Nah ... yang seperti Uni ini tidak hanya 1-2 orang saja, ratusan tiap hari kami harus memberi tahu, tapi tetep saja, nihil hasilnya. Tiada gading yang tak retak, saya paham, tapi tidak bisa menyembunyikan wajah capek. Dan sering saya bertanya, mengapa mereka tidak tahu alamat tempat mereka dilahirkan ... saya ketika masih SMP sudah tahu betul dimana ayah dan ibu saya dilahirkan, tempat mereka dilahirkan... penasaran-lah dengan asal - usul dimana saudara-saudara Anda berasal Mbak (akhirnya keluar bahasa ibuku) tanpa melupakan tempat anda didewasakan...Maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan.